Oleh : Nunu Nugraha
Judul buku : Hujan Pertama untuk Aysila
Penulis :
Edi AH Iyubenu
Penerbit :
Diva Press
Tahun Terbit :
Maret, 2015
Jumlah Halaman : 184
halaman
ISBN :
978-602-7695-88-7
Tak
ada yang lebih setia melebihi kesetiaan Aysila. Ya, Aysila! Tokoh cerpen dalam
kumcer terbaru Edi Ah Iyubenu di buku Hujan Pertama Untuk Aysila, digambarkan
sebagai seorang perempuan yang begitu setia menunggu kekasihnya, Akhiles.
Edi
Ah Iyubenu berhasil menyuguhkan cerita kesetiaan yang sontak meruntuhkan
istilah menunggu adalah suatu hal yang membosankan. Sebab, dalam kumpulan
cerpen ini, secara umum mengangkat tema kesetiaan. Namun, dengan penyajian yang
sangat ciamik, enak dibaca, terlebih mampu memberikan rasa penasaran
untuk melanjutkan ceritanya lagi dan lagi, dan sangat sulit untuk menebak
endingnya.
Sebagai
tokoh utama, Aysila memiliki karakter yang cukup unik. Dia muncul di mana-mana.
Namun, bukan berarti alur ceritanya menjadi sama antara cerita yang satu dengan
cerita lainnya. Di sinilah pembaca kudu berhati-hati, dan jangan sampai
terjebak–atau berupaya memungkasi cerita tanpa tuntas membacanya. Sebab, jika
itu dilakukan, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa, atau makna cerita yang
sesungguhnya.
Tangisan
itu beberapa jenak masih sempat ditangkap oleh telinga Aysila, sebelum kemudian
punah pula ditelan derit kaca kafe murahan ini. Lalu sunyi. Digelimpangkan
senyap. Menyisakan suara hujan dari balik jendela yang terkuak dan
denting-denting gelas yang dibereskan oleh bartender tua itu. (hal 27, Hujan
Pertama Untuk Aysila)
Hal itu
diperkuat dengan pemilihan setting yang sangat beragam, mulai dari Singapura,
Eropa, Turky, hingga Yogya, yang disajikan dengan sangat detail hingga hal-hal
terkecil, yang tentu saja berdasarkan pengalaman nyata penulis yang hobi traveling
ini. Begitu kita menikmatinya, maka akan ada getaran tersendiri terhadap
jiwa terdalam kita, dan bukan menjadi angin yang lewat begitu saja karena setting-nya
bukan sekadar tempelan belaka.
Kamu
pasti akan datang memenuhi janjimu seratus hari yang lalu saat aku memelukmu
dari belakang di bibir jembatan Galata, di antara para pemancing yang memenuhi
setiap isi jembatan dan dermaga yang melintasi Teluk Golden Horn, lalu kamu
membalikan badan dan tanpa malu memperlihatkan bibirmu yang belepotan balik
ekmek, dan mentapku dalam-dalam. (hal 116, Kutunggu Kamu di Hagia Sophia)
Inilah yang
membuat buku ini terkesan begitu istimewa. Sebuah suguhan cerita yang tak
biasa. Tak hanya itu, bahkan, pembaca akan mendapatkan asupan pengetahuan yang
sangat banyak dari cerita ini. Juga mendapat makna kehidupan di dalamnya.
***
*Penulis adalah mahasiswa IAID Ciamis. Fakultas Syari'ah. Program studi
Akhwal As-Syakhsiyah. Aktif di PC PMII Ciamis, juga Komunitas Sastra
Darussalam. Penikmat buku. Alamat tinggal: Dusun Sirnamulya Desa Sirnajaya RT
05 RW 03 Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis. Kode pos 46254 Provinsi Jawa
barat.
0 komentar
Posting Komentar