Oleh : Ratnani Latifah
Judul Buku :
Patah Hati Terindah
Penulis :
Aguk Irawan MN
Penerbit :
Exchange
Cetakaan : 1, Juli, 2015
Halaman :
364 halaman
ISBN :
978-602-72024-9-8
Setiap orang pasti pernah merasakan patah hati. Merasakan pahitnya hidup,
terbuang dan tidak berguna. Sakit memang tapi pernahkah terpikir bahwa patah
hati itu memiliki sisi indah? Patah hati yang ketika merasakannya bukan sedih
yang didapat tapi kebahagiaan dan rasa syukur.
Sebuah novel yang menceritakan tentang perjuangan seorang anak untuk diakui
keberadaannya. “Hamdalah,” ucap Mbah Suhar suatu petang. “Itu jika
kau perempuan. Siti Hamdalah. Nyatanya kau lahir laki-laki. Namamu jadi
Hamdan.”(hal 19)
Hamdan merasakan sang ibu lebih memanjakan Irsyad, kakaknya daripada dia.
Irsyad tidak pernah dimarahi. Apalagi dipukul.9 hal 20-21) Karena selalu mendapat perlakuan yang berbeda,
Hamdan pun tumbuh menjadi anak yang nakal, suka membangkang. Tapi karena suatu
kejadian, Hamdan mulai berubah. Dia selalu ingat nasihat kakaknya. Lebih
baik menuruti keinginan ibu yang juga merupakan keinginan ayah. Aku boleh
bermain sepuas-puasnya, tetapi tidak boleh lupa membantu orangtuaku. Dan
terutama, tidak boleh lupa belajar. (hal 55) Waktu pun membuatnya dekat dan
menyadari bahwa sang ayah tidak membenci dirinya Tapi di saat dia mulai
menyadari itu ..., Hamdan harus rela ditinggal pergi ayahnya untuk merantau ke
Jakarta. (hal 81)
Sepeninggalnya sang ayah, Hamdan berusaha yang terbaik di sekolah. Tapi dia
kembali mengalami patah hati karena seseorang yang disukainya lebih memilih
bersama teman sekelasnya. Hamdan tentu saja sedih, tapi dengan bantuan sang
kakak, Hamdan mulai berubah. Nasihat kakaknya selalu dia ingat. Buku pinjaman
dari kakaknya juga dia baca dengan teliti.
Lalu sejak kejadian itu, Hamdan pun mulai lebih rajin belajar. Dia
menenggelamkan diri pada buku-buku. Sehingga pada ujian berikutnya Hamdan yang
biasanya juara dari belakang, kini bisa
meraih ranking dua di kelasnya. “Tidak ada yang mustahil di dunia ini, Bu.
Kupikir, nila-nilai luhur para pahlawan telah dia praktikkan. Ia belajar keras.
Anak itu patut diberi pujian.” Komentar Bu Sutini. “Man jadda wajadda!”
ucap guru agama Hamdan. (hal 186)
Semua orang salut pada Hamdan, tapi semua luntur begitu saja ketika Irsyad,
kakaknya mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke
MAN Suruh sambil mondok. Itu adalah
hadiah karena NEM kakaknya sangat sempurna. Hamdan kembali dibanding-bandingkan
dengan kakaknya. Hamdan yang nakal dan bodoh sedang kakaknya pintar, pandai
mengaji dan anak berbakti. Hamdan kembali patah hati. Kakakku adalah langit,
bahkan mungkin langit ketujuh. Sedang aku adalah bumi, bahkan mungkin bagian
keraknya. (hal 208)
Patah hati Hamdan ternyata tidak sampai disitu saja. Ketika waktu terus
berjalan, dan dia tengah
bersungguh-sungguh untuk mewujudkan mimpi yang ingin dia capai. Kecurangan yang
dilakukaan gurunya kembali membuat Hamdan sedih. Tapi patah hati kali ini
berbuah manis. Karena akibat patah hati ini, Hamdan mendapatkan kejutan yang
lain. Sesuatu yang sudah sejak lama dirindukannya.
Novel yang sarat makna, antara lain; mengajarkan arti patah hati dilihat
dari sisi berbeda, mengingatkan orangtua untuk bertindak adil, tidak pilih
kasih terhadap anak, dan mengajarkan untuk berusaha keras untuk mencapai
impian. Bahwa sebuah mimpi bisa dicapai jika mau berusaha dan sabar. Selain itu, ada pula pesan moral melalui kajian ilmu agama,
yang ada disampaikan tanpa menggurui. Diceritakan dengan bahasa yang mudah
dicerna. Ada banyak quoate sejuk dalam novel ini. Seperti “Berikan cintamu
pada ilmu, niscaya ilmu akan membalasnya.” (hal 361)
*Penulis kini Tinggal di desa Srobyong-Mlonggo-Jepara.
Cerpennya pernah dimuat di Radar Banyuwangi, Minggu Pagi KR, Metro Riau, Islam
Pos, Majalah Panchake Online, resensinya
dimuat di Radar Sampit, Harian Nasional. Beberapa
karyanya sudah dibukukan dalam antologi bersama. Antara lain Ramadhan in Love, —Indiva, kumpulan puisi
Luka-Luka Bangsa—PMU, Lot & Purple Hole—Elex Media Kompuntindo.
Alumni Unisnu Jepara.
0 komentar
Posting Komentar