Keras tapi tidak kasar. Demikianlah ciri khas dari kepribadian
Ki Hadjar Dewantara yang diakui oleh teman-teman seperjuangannya. Kesetiaannya
pada sikap dan idealismenya selalu tergambar jelas dalam setiap tindakan dan
kiprahnya. Meskipun secara fisik terlihat ringkih, tapi semangat juangnya
menggelora. Pidato-pidatonya yang lantang dan penuh ghirah, menjadi
pembangkit persatuan rakyat Indonesia. Meskipun berulang kali ditangkap dan
dipenjara, tapi semangatnya untuk membela kepentingan jelata tak kunjung padam.
Semakin ditekan oleh penjajah, maka laki-laki trah Puro Pakualaman itu akan
semakin keras menyatakan permusuhan dengan bangsa koloni itu. Pada saat
Indische Partij (IP)—partai politik yang didirikan bersama Douwes Dekker dan
Tjipto Mangoenkoesoemo—diberedel oleh Pemerintah Belanda pada 1912 dia tidak
kehilangan asa. Justru hal itu membuatnya semakin berani mengolok-olok
komunitas rambut pirang yang saat itu menjadi pemangku kekuasaan tanah
leluhurnya.
Setelah kembali dari pengasingan, pada tahun 1919, Ki Hadjar Dewantara mulai tertarik untuk menjadikan pendidikan sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Berangkat dari impian dan cita-cita luhurnya itu, pada 3 Juli 1922 Ki Hadjar Dewantara dan teman-teman seperjuangannya mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa.” Ia berjuang untuk memadukan model pendidikan barat dengan budaya-budaya yang ada di negerinya sendiri. Karena garis perjuangan yang dianut oleh Ki Hadjar Dewantara bersifat nonkooperatif terhadap pemerintah kolonial, maka dia tidak menerapkan kurikulum pendidikan Governemen Hindia Belanda di Tamansiswa. Sebab sejak awal Ki Hadjar Dewantara memang sudah meniatkan bahwa Tamansiswa akan dijadikan sebagai alat untuk melawan sistem pendidikan Governemen Hindia Belanda yang cenderung merusak moral generasi muda bangsa Indonesia.
Setelah kembali dari pengasingan, pada tahun 1919, Ki Hadjar Dewantara mulai tertarik untuk menjadikan pendidikan sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Berangkat dari impian dan cita-cita luhurnya itu, pada 3 Juli 1922 Ki Hadjar Dewantara dan teman-teman seperjuangannya mendirikan “Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa.” Ia berjuang untuk memadukan model pendidikan barat dengan budaya-budaya yang ada di negerinya sendiri. Karena garis perjuangan yang dianut oleh Ki Hadjar Dewantara bersifat nonkooperatif terhadap pemerintah kolonial, maka dia tidak menerapkan kurikulum pendidikan Governemen Hindia Belanda di Tamansiswa. Sebab sejak awal Ki Hadjar Dewantara memang sudah meniatkan bahwa Tamansiswa akan dijadikan sebagai alat untuk melawan sistem pendidikan Governemen Hindia Belanda yang cenderung merusak moral generasi muda bangsa Indonesia.
Harga : Rp 75.000 (Diskon 15%) Rp. 63.750
Pesan SMS/WA 0856-0100-1190 ~ Lokasi Jogja ~ Bisa Kirim
0 komentar
Posting Komentar