Oleh
: Fadli Rais
Suara-suara
sendu keluar dari surau-surau tua. Masih saja mbah-mbah itu menyuarakan
panggilan untuk umatnya menunaikan sholat. Layanan media sosial terputuskan sementara,
alangkah bahagianya kaum sosial media sampai-sampai kata-kata yang dianggap saru terbuang berserekan di wall facebook. Jumlah like-nya melebihi celotehan junjungan
para agamawan marah-marah macam Ustadz Felix Siauw, S.Sos.Med (Sarjana Sosial
Media).
Kyai
Hamman sebagai tokoh ulama, bertugas mengislamkan kepada warga sekitar Pondok
Pesantren Pabelan (Dimana). Hal
tersebut jauh berbeda dengan “ustadz-ustadz” yang sibuk membukanislamkan “X”
dan “Y”. Mereka punya kesibukan lain nda
sih. Membukanislamkan “X” dan “Y”
jangan-jangan sebagai mata pencaharian ? (Hal.4).
Oh,
jangan salah, aku tak akan pernah berhenti belajar dari manapun (Hal.17). Ingat betul
kata-kata ini yang pernah di ucapkan oleh Gus Mus dalam acara Kick Andy, “Orang yang berhenti membaca dan belajar ia akan merusak tatanan masyarakat”.
Para ustadz-ustadz yang terlalu sering menghakimi orang lain
sama seperti nge-fans dengan salah
satu band. Ketika idolanya di cemooh mereka marah. ”Ustadz-ustadz” termasuk dari
sebagian orang ternyata lebih suka menghakimi. Sebagian orang merasa punya
otoritas moral untuk menghukum. (Hlm.27).
(konsisten pake hal apa hlm.) Mereka baru bisa Al-Fatihah sudah mengaku
“paling” muslim.
Salah seorang ulama terkenal keturunan aseli Arab, Habib Rizieq terlalu serius menanggapi konsolidasi
kaum-kaum NU (Nahdhatul Udud) kata
orang-orang NU GL (Garis Lucu) terhadap Islam Nusantara. Welah dalah, ditengah kegelimangan harta kaum politik dan
pengusaha, berani-beraninya membuat kajian Islam Nusantara. Lha, orang Mukhammadiyah (logat ngapak)
ikut juga menggagas Islam yang Islam Berkemajuan (Hlm. 111). Melontarkan bola
panas di atas otak yang campur racun jadilah
geger Rengkahing Bumi. Anak-anak muda
yang progresif banyak berpikir ulang
tentang kalimat “Islam bukan Arab”. Habib Rizieq yang terlalu matang emosinya,
menjadi mudah meledak-meledak karena pemuda-pemuda memikirkan kembali “Islam
bukan Arab”.
Terus, “Islam bukan Arab” di dramatisir sedemikian hebohnya. Habib yang selalu menggebu-menggebu dalam
ceramahnya, menyerang melalui kata Sampurasun menjadi campur racun.(Hlm.111). Sikapnya yang menggebu-gebu seolah-olah
menurunkan kemapananya sebagai seorang ilmuwan hukum Islam ternama. Logika yang
tadinya “bersih” tiba-tiba menjadi “kurang bersih”. Di sisi lain, Rizieq juga
menganggap bahwa “Islam bukan Arab” itu sama artinya dengan anti budaya Arab.
Logika Rizieq sederhana saja: jika Si A tidak sama dengan Si B, berarti A anti
B; jika roti buaya bukan buaya, maka roti buaya itu anti buaya (Hlm.112). Kok,
jadi mlengo begini logika orang
paling taqwa di depan Istana Negeri Jayakarta, Bapak Ahok.
Buku Kak Arlian Buana yang digadang-gadang sebagai Harapan
Pemuda Akhir Zaman oleh Kak Iqbal Aji Daryono, menggambarkan saudara kembar
Habib Rizieq yang berbeda bapak dan ibu, yaitu PKS-P (Partai Keadilan
Sejahtera-Piyungan) melalui media sosial. Wah,
kalau ini mah mau menyaingi website-website mainstream macam
tempo.co, kompas.com, mungkin mojok.co.
Campur racun Syeikh
Habib Rizieq itu seharusnya di sampaikan pada kaum-kaum intelektual odong-odong
macam PKS-P. Lihat Anindya ,Putri Indonesia yang tiba-tiba heboh di wall facebook karena mengenakan baju
bergambar palu arit. Di setir sedemikian rupa, “Layakkah Anindya jadi Putri
Indonesia yang jargonnya 3B: Brain, Beauty, Behaviour?”. Beberapa saat
kemudian, ada peselancar yang mengomentari dengan kreatif. “Bego~ Bego~ Bego~.”
Seorang follower lain tak kalah tangkas, datang dengan pernyataan senada yang
dikemas agak lebih kreatif “Bego, Bodoh, Bloon.” (Hlm. 114)
Mentang-mentang komunis itu belajar soal Marxisme, Leninisme,
dan Stalinisme yang tidak ada pada Qur’an dan Hadis. Palu dan Arit pun di jadikan simbol yang
menampilkan ke-khas-an pada komunis. Layaknya Arab yang bangga dengan tulisan
syahadat di bawah pedang panjang. Terus apa tidak
kalah keren. Komunis mah apah atuh ?.
Baca manifesto
komunis langsung di cap komunis, Diskusi orang-orang pinggiran di cap
komunis, dan ikut bawa nasi para pendemo buruh di cap komunis. Astazim,
memang si PKS-P pintar mem-campur sesuatu dengan racun agar si pelaku mati berkutik oleh hakim-hakim yang pakai
telunjuk di layar masing-masing.
Retaknya Ikatan Sentimental
Bana panggilan akrab penulis buku ini, memiliki ikatan sangat
sensi dengan islam. Sejak kecil, orang-orang tua di kampung saya berusaha
sekuat tenaga agar saya bisa mengaji, salat dan
puasa. Mereka pun memberikan teladan, hingga saya meyakini bahwa Islam adalah agama
terbaik, terhebat. Islam adalah jalan bagi saya untuk menemukan kedamaian (Hlm.
11).
Perselancarannya di dunia maya mempertemukan dirinya dengan ustadz yang bisa tertawa “wkwkwkwkw”.
Memberikan motivasi tema Islam dan khilafah. Sungguh dekat sekali dengan kehidupan Islam. Khilafah yang di hancurkan
ketika perang dunia satu oleh pasukan Inggris. Kemudian mencekoki orang-orang muslim dengan
sistem demokrasi. Diteruskan oleh negara adidaya Amerika Serikat. “Dalam musyawarah,
hanya hal mubah dan baik yang boleh didiskusikan. Pada hukum yang
sudahditentukan Allah, Islam melarang musyawarah. Salat
Jumat di mana, itu boleh dimusyawarahkan, tapi salat
Jumat atau tidak, itu sudah hukum Allah, tidak boleh
dimusyawarahkan,” begitu pesan Ustadz Felix (Hlm.119-121).
Negeri
Indonesia teramat sangat kafir. Penerapan Demokrasi yang mengedepankan dialog
tidak diajarkan dalam Qur’an dan Hadis. Intinya dua ini menjadi pokok, sehingga
dalam perdebatan seringkali dinyatakan pokoke
terus pokoknya. Dus, “Islam bukan Arab” berarti “Demokrasi bukan Arab”. Logikanya menjadi ikut-ikutan kena campur racun Habib Rizieq, PKS-P,
ditambah Felix Siauw. Apa salah?
Lebih-lebih
ustadz yang berasal dari negeri antah berantah yang kini belum terdeteksi GPS.
Mecoba peruntungan di akhir tahun, kembali melontarkan isu mengenai “Haram
mengucapkan selamat natal”. Dus, lihat saja sabdanya yang yang aduhai mencolok
mata
Menurut Felix,
mengucapkan selamat natal samadengan mengiyakan Yesus sebagai Tuhan, seperti
yang diyakini umat kristiani. Ini perkara akidah, katanya. Dalam Islam, Isa
atau Yesus selamanya adalah seorang nabi, ulul azmi, nabi yang utama, tidak
boleh dinaikkan pangkatnya menyatu dengan entitas (ke)Tuhan(an). Maka
menurutnya, memberi selamat atas kelahirannya, seperti yang dirayakan pemeluk
kristen, berpotensi menggeser akidah seorang muslim. Mengucapkan selamat
dianggap murtad, seperti sudah dibaptis. Haram hukumnya (Hlm.130).
Ribet dah, kalau “ustadz-ustadz” jama sekarang seperti ini. Mereka memisahkan
ikatan sentimental itu melalui penekanan terhadap pendapat sendiri tanpa mau
mendengar sabda-sabda yang lain. Coba tengok Prof Quraish Shihab dalam
artikelnya yang berjudul Selamat Natal
dalam Al-quran
“…..kelahiran Isa
dalam Al-quran bahkan memang diberkati. Umat Islam, yang memuliakannya sebagai
nabi, bahkan dianjurkan mengirim ucapan selamat. Soal akidah, panjang lebar
Quraish menjelaskan, dengan kesimpulan: “Tidak juga salah mereka yang
membolehkannya (mengucapkan selamat natal), selama pengucapnya bersikap arif
bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut
merupakan tuntunan keharmonisan hubungan (Hlm.131)”
Masa
tidak mau membaca artikel yang di sebar dimana-mana. Atau karena alasan “klasik” macam
campur-campur media PKS-P. Bahwa Mbah Quraish Shihab itu syiah, liberal, dan kebablasan
akalnya.
Dus, Mary Chrismas Felix Siauw memberikan
kepada bangsa yang antah berantah membuka kedok-kedok para “ustadz-ustadz”
menjadi-jadi karbitanya. Emosi sang Habib Rizieq semakin menjadi-jadi, kumpulan
“ustadz-ustadz” di PKS-P semakin cerdik membuat opini public, ditambah sokongan
“ustadz wkwkw” Felix Siauw menjadi pakar politik, agama, ekonomi, budaya dan
gender.
Arliana
Bana, cukup menerangkan secara gamblang dalam buku Mary Chrismas Felix Siauw betapa seringnya kaum-kaum agamawan
semacam Habib Razieq, Jam’iyah PKS-P, serta Ustadz “wkwkwkw” Felix Siauw. Mas
Bana juga perlu menjajakkan kepada bangsa antah berantah mengenai tokoh-tokoh
media sosial yang senang bermain dalam setiap isu. Seperti Jonru dkk.
Masalahnya, junjungan “agama” di media sosial akan mudah membukanislamkan macam
Mbah Quraish Shihab yang di cap syiah, padahal sudah memberikan torehan tafsir
pada bangsa ini. Lha, orang-orang semacam Felix Siauw wa akhwatuhu dianggap apa ?
*Penulis adalah aktif di LPM Justisia dan bertempat tinggal di Kebumen. Sedang meratapi kejombloan karena telat wisuda.
0 komentar
Posting Komentar